Di rumah baru, Mama mulai bisa berjalan sedikit-sedikit sambil memakai tongkat dan menahan sakit. Melihat itu, salah satu pegawaiku member ide, katanya mungkin Mama sakit karena ketika masuk rumah, kami tidak mengadakan ritual masuk rumah baru. Tentu saja, karena ingin melihat Mama sehat lagi, aku segera mengatur prosesi ritual masuk rumah baru tersebut. Waktu itu, saya diperkenalkan dengan kakek tua yang tidak dapat melihat, namun katanya pandai berdoa. Kakek itu menganjurkan untuk mengadakan ritual tersebut pada malam jumat. Pada hari yang ditentukan, aku menyiapkan segala kerperluan yang telah diminta oleh Kakek tersebut sedangkan sopirku pergi menjemput Kakek tersebut di rumahnya. Setelah Kakek itu tiba, dia segera melakukan ritual doa masuk rumah baru. Setelah itu, dia memberiku 7 lembar kertas foto copy yang dia lipat menjadi bentuk segitiga. Dia menyuruhku untuk membungkus kain tersebut dengan kain hitam dan meletakkannya masing-masing di laci toko Papa, laci tokoku, dapur, jendela, atas pintu toko Papa, atas pintu rumahku dan dikamarku. Tanpa pikir panjang aku pun menurutinya, menimbang itu hanyalah kertas foto copy saja. Setelah selesai, aku pun memberi dia uang dan sopirku mengantarkannya pulang.
Setelah beberapa hari, kadang-kadang aku melihat Mama berbicara sendiri namun kata Mama, Mama sedang berbicara dengan Papa. Aku mengira, itu karena Mama sedang depresi berat. Karena ketika kami masih tinggal serumah di rumah lama, pernah suatu ketika setelah Koko memaki-maki Mama di dalam kamar, aku pun masuk melihat keadaan Mama, namun Mama malah meringkuk gemetar ketakutan dibalik selimut.
Hingga suatu hari, Mama mengatakan bahwa Papa ingin menyampaikan sesuatu kepadaku. Aku awalnya tidak percaya, namun aku tidak ingin melukai hati Mama. Aku pun duduk mendengarkannya. Dan Mama mengatakan bahwa Papa memintaku membakar semua kertas pemberian Kakek yang pernah datang melakukan ritual masuk rumah baru kemarin. Aku pun terkejut, karena hal tersebut hanya diketahui olehku dan sopirku. Mama bahkan dikamar malam itu. Setengah bingung, aku pun meminta Mama untuk menanyakan ke Papa, dimana saja aku meletakkan kertas tersebut, karena 7bulan sudah berlalu dan kepalaku terlalu penuh jadi aku sudah tidak dapat mengingatnya. Papa pun memberi tau ke Mama dan semuanya tepat. Aku pun bertanya ke Papa, mengapa aku harus membakarnya? Kata Papa,suasana rumahku yang awalnya sudah mulai tenang karena aku setiap hari berdoa dan pelimpahan jasa, sekarang malah kembali menjadi tidak nyaman. Memang barang-barang yang telah tersusun rapi di rak, bisa jatuh sendiri. Pada malam hari sering ada suara berisik, namun tidak ada orang. Pernah suatu ketika, aku dikenalkan oleh temanku dengan sekumpulan anak muda berpengalaman yang katanya Ghost Busters. Namun ternyata ketika mereka datang kerumahku, mereka hanya mampu bertahan 10 menit saja. Mereka yang berjumlah 5 orang, lari terbirit-birit ketakutan. Salah satu anggotanya memperlihatkan luka bekas cakaran panjang di tangannya, salah satunya lagi memperlihatkan bahu bajunya robek dan bahunya ada luka cakaran, salah satunya lagi mengaku mendengar suara ketawa yang mengerikan di telinganya, salah satunya lagi mengatakan dicolek dan yang satunya lagi terjatuh karena ada makhluk yang mendorongnya. Waktu itu, aku biasa-biasa saja, karena hari pertama aku pindah saja, selimutku melayang. Namun mendengar perkataan Papa, aku pun segera mengumpulkan kertas-kertas itu dan membakarnya. Besoknya, aku menjemput temanku yang memang dapat melihat makhluk astral dan ketika temanku sampai di rumahku, temanku mengatakan bahwa Papa memang ada di rumahku dan yang selama ini berbicara dengan Mama adalah Papa. Papa sempat menyampaikan pesan ke temanku agar aku menjaga Mama dengan baik.
Mendengar itu, aku kuatir Papa menjadi makin sedih melihat keadaan aku dan Mama. Bertepatan dengan hari Kathina, aku ke vihara melakukan persembahan. Aku pun mengundang Bhante untuk datang ke rumahku mendoakan Papaku. Waktu itu, aku mengundang 6 orang Bhante. Besoknya, aku memanggil temanku lagi untuk memeriksa keadaan Papaku, rupanya Papa masih di rumahku, masih bersedih. Maka tiap hari, aku berdoa agar dipertemukan dengan jodoh baik yang dapat membantu Papa terlahir di alam bahagia. Seorang teman menghubungiku, dia mengatakan bahwa dia mengenal seorang Bhiksu Mahayana namun beliau berdomisili di Jakarta, jadi aku perlu menyediakan tiket pesawat pulang pergi serta hotel tempat beliau menginap. Dengan semangat, aku mengatur semuanya agar Bhiksu tersebut dapat mendoakan Papa di peringatan 1tahun kepergian Papa. Dan tibalah saatnya aku berjumpa dengan Bhiksu tersebut, aku menjemputnya di bandara. Orangnya sederhana, murah senyum dan penuh canda, aku memanggil beliau Suhu. Entah mengapa, aku seperti sudah pernah mengenal Suhu sebelumnya. Pada peringatan 1tahun kepergian Papa, aku melihat Suhu benar-benar berdoa dengan tulus. Aku tertarik berguru padanya dan ternyata beliau menerimaku sebagai murid dengan senang hati, demikianlah aku bertemu dengan guru spiritualku yang kedua. Beliau mengajarkanku tata cara berdoa dalam aliran Mahayana.
Berguru dengan beliau memberiku banyak pengalaman yang berbeda. Pernah aku menemani guruku pergi ke sebuah ruko yang pernah terbakar dan menelan korban jiwa. Di sana, aku melihat alas kaki melayang bagaikan permadani di film Aladdin. Rupanya makhluk tersebut menerbangkan alas kaki itu sebagai tanda kehadirannya dan dia minta didoakan. Pernah juga ada seorang wanita yang sehari-hari normal, namun bisa tiba-tiba menari dan menyanyi. Keluarganya mengira dia perlu penanganan dokter. Namun suaminya mencoba memanggil guruku dan ternyata ada makhluk yang merasuki tubuh wanita tersebut sehingga dia menjadi seperti itu. Pernah juga aku menemani guruku mengunjungi seseorang yang sudah lama terbaring di rumah sakit antara hidup dan mati. Rupanya menurut guruku, itu di sebabkan orang tersebut memakai ilmu hitam ketika masih sehat. Kami pun mendoakannya, besoknya orang tersebut akhirnya dapat meninggal dengan tenang. Dan masih banyak pengalaman lainnya dengan guruku. Tapi guruku meninggal 4tahun setelah aku berguru dengannya. Beliau meninggal tanpa sakit dan dihari sebelum meninggal beliau terlihat lebih muda.
Pada suatu hari, Papa mengatakan ke Mama bahwa Koko sedang menyusun rencana untuk menggugat Mama di pengadilan dan seminggu kemudian, aku menerima surat gugatan warisan dari pengadilan. Saat itu, aku baru berumur 29 tahun.
Jujur, aku lebih berharap dapat duduk berdua dengan Koko untuk merundingkan masalah tersebut. Setelah konsultasi sana sini dan dengan pertimbangan keuanganku, maka aku memutuskan untuk tidak memakai pengacara. Aku berharap di pengadilan itu, Koko bisa datang menghampiriku menanyakan kabar Mama dan berunding denganku. Tapi itu tidak pernah terjadi. Yang ada, setiap sidang, pengacara Koko dan preman suruhan Koko mengancamku. Dan akhirnya aku kalah dalam gugatan tersebut. Bagiku, tidak ada menang dan kalah, karena harta di dunia tidak dibawa mati, namun amal kebajikan perbuatanmu sendirilah yang akan menuntunmu ke kehidupan yang lebih baik. Orang bisa bersandiwara, namun bila orang tersebut menelantarkan orang tuanya sendiri, semua pintu surga pasti tertutup untuknya.
Jujur, aku tidak membenci Koko, makanya aku membuka pintu damai dengannya dengan aku bersabar duduk menanti sidang di pengadilan setiap minggu, berharap kedatangan saudaraku. Meskipun di masyarakat, aku di gosipkan menjadi orang yang mengusir Koko, iparku dan keponakanku dari rumah. Yah, demikianlah citraku berubah menjadi buruk sejak kematian Papaku. Ancaman, makian dan preman menjadi makananku setiap hari. Tapi aku tidak pernah memikirkannya, aku hanya focus ke pengobatan Mama yang biayanya tidak sedikit dan bagaimana agar asap di dapur kami tetap menggepul.
Waktu aku berumur 30tahun, pemasukanku mulai menurun. Karena keadaan Mama mulai membaik, aku mencoba merantau untuk bekerja sekaligus menenangkan pikiranku, sedangkan Toko dijalankan oleh Mama. Aku pergi merantau 1 tahun lamanya.
Ketika kembali, aku mendapat surat dari bank bahwa toko Papa dan rumah kami akan dilelang. Bukannya selama ini, aku tidak berusaha menjual toko peninggalan Papa, namun setiap pembeli yang aku dapatkan selalu terhambat karena Koko tidak mau menandatangani surat penjualan rumah. Pada suatu ketika kami bertemu untuk berunding namun Dengan bangga, katanya Koko lebih suka melihat kami tidur di jalanan. Sementara aku masih harus menyicil utang lama agar mereka tidak datang membuat keributan, membiayai uang kuliah adik angkatku dan juga aku harus merawat Mama yang awalnya tidak berjalan, akhirnya sekarang bisa berjalan dan itu butuh biaya yang tidak sedikit. Karena itulah, aku pergi merantau.
Akhirnya aku berdoa di sebuah cetiya di kota kami, di sana aku juga sempat mengambil Ciam Si. Setelah itu, aku bertanya ke penjaga cetiya tentang arti dari sajak dalam Ciam Si tersebut. Katanya aku disuruh untuk menolong Pangeran ikan. Aku pun bingung??? Di mana aku dapat menemukan Pangeran Ikan? Maka setiap hari jam 4 subuh, aku ke tempat nelayan-nelayan berkumpul. Aku membeli ikan-ikan yang masih hidup hasil tangkapan mereka. Kemudian aku membawa ikan-ikan tersebut ke pantai lain, dan aku menyewa perahu untuk melepaskan ikan-ikan tersebut kembali ke laut. Demikian seterusnya selama hampir satu bulan lamanya. Hingga pada suatu hari, aku datang, seorang nelayan tampak lesu. Aku menyapanya, menanyakan bagaimana hasil tangkapannya hari itu. Nelayan tersebut menjawab, hari itu dia sedang sial. Dia hanya menangkap 9 ekor ikan, namun bentuknya semua aneh-aneh makanya tidak ada pembeli dari tadi yang membeli ikan-ikan tersebut. Nelayan tersebut bahkan mengatakan bila aku tidak membeli ikan tersebut, maka dia akan memakan sendiri ikan-ikan itu. Segera aku melihat ikan-ikan tersebut. Benar saja, semua bentuknya aneh. 9 ekor ikan itu memiliki warna yang berbeda dan bentuk yang berbeda. Ada yang hitam kurus dan panjang. Ada yang kecil tapi bulat berwarna silver. Ada juga yang tampak mirip seperti ikan kembung, namun ada satu ikan yang paling besar berwarna kuning emas. Ikan kuning emas ini sangat indah. Ke mana pun ikan kuning emas ini berenang, 8 ekor ikan lainnya akan ikut dibelakangnya menemaninya. Aku pun membeli 9 ekor ikan tersebut dan aku lepaskan ke laut. Ketika aku sampai di rumah, penjaga cetiya pun menelponku, dengan senang dia mengatakan bahwa aku tadi sudah melepaskan Pangeran Ikan itu (padahal aku tidak mengabari dia sama sekali. Aku juga masih kebingungan). Dia juga mengingatkanku untuk selalu berdoa.
Malam sebelum lelang, aku tidak bisa tidur. Waktu itu, aku berumur 32tahun. Aku bingung, ke manakah kami harus tinggal ??? Aku memiliki keluarga dan sahabat, namun bila seseorang tersandung masalah, hanya sedikit orang yang bersedia mengakuimu, bahkan lebih sedikit lagi orang yang mau menolongmu. Begitulah realita kehidupan….
Pada hari pelelangan diadakan, aku hanya mematung dan tiba-tiba teleponku berbunyi. Seorang kenalan menelponku. Dia mengatakan bahwa, aku tak perlu risau lagi, karena dia telah memenangkan lelang dengan membeli satu unit ruko/toko peninggalan Papa. Otomatis rumah tempat kami tinggal sekarang, telah aman dan sudah tidak ada agunan apa pun lagi. Kakiku lemas dan air mataku mengalir mendengarnya. Hari itu aku menangis bahagia. Rupanya kami masih punya tempat tinggal. Dia mengatakan bahwa, di pelelangan tadi, dia melihat Koko dan rombongannya masuk. Rupanya Koko juga turut menjadi peserta dalam lelang itu. Karenanya, dia sengaja melebihkan 2M dari agunan yang seharusnya, agar Koko tidak dapat mengajukan penawaran lagi dan otomatis dia menjadi pemenang lelang.(namun uang lebih lelang 2M itu pun juga diambil Koko entah bagaimana caranya). Tapi aku tidak peduli, yang penting adalah kami masih ada tempat tinggal. Butuh waktu hampir 2 tahun bagiku untuk mengeluarkan sertifikat rumah kami. Bank masih terus menahannya, padahal kami sudah tidak memiliki agunan/kewajiban apa pun di bank tersebut.
Pada suatu pagi, seperti biasa, aku berdoa. Setelah berdoa, aku melihat seekor burung yang wujudnya sangat aneh, sebesar burung kakaktua, namun kepalanya seperti ayam jantan tapi berwarna hitam. (Hal ini tidak mungkin terjadi, karena semua jendela dan pintu lantai 2 aku tutup, karena aku takut debu. Jadi tidak mungkin burung tersebut bisa masuk).Aku segera mengejarnya, dia akhirnya bertengger di atas lemari, kemudian burung tersebut melihatku seakan marah. Sambil terus membalas tatapan burung tersebut, aku pun berdoa. Dan burung tersebut kemudian terbang dan hilang begitu saja. Sejak itu, kesehatan Mama kembali menurun dan tidak ada pembeli yang masuk berbelanja ke tokoku, bahkan satu ekor nyamuk pun tidak ada.
Setiap maghrib, aku mendengar suara burung gagak. Namun tidak ada burung dalam rumahku. Mama yang awalnya sudah bisa berjalan, mulai terbaring di tempat tidur dan keadaannya semakin lemah. Aku selalu memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Mama dan membeli obat. Dengan susah payah, aku membawa Mama ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Rupanya empedu dan ginjal Mama ada batu, lever bengkak, jantung bengkak, maag, jantung, perncernaan semua bermasalah. Dokter sebenarnya menganjurkan operasi pengangkatan batu empedu tapi karena kondisi kesehatan Mama yang drop, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. Kondisi keuanganku pun semakin memburuk, aku bahkan tidak mampu membeli beras dan sayur.
Sejak itu, Mama hanya dapat terbaring lemah di tempat tidur. Total 6 bulan lamanya, Mama tidak makan sama sekali. Mama juga tidak suka mendengar suara orang berdoa. Aku kuatir dan bingung. Tapi dengan sisa-sisa uangku yang ada, aku tetap membeli obat untuk Mama. Namun aku selalu berdoa, setiap hendak membaca Paritta, aku selalu menyediakan air putih di altar dan setelah berdoa, aku meminumkan air putih tadi ke Mama.
Sampai ketika 5 bulan, Mama hanya terbaring dan tidak makan, Mama menolak meminum air putih yang telah aku bacakan Paritta. Dan Mama selalu mengeluh panas, setiap kali, aku menyentuh badan Mama.
Suatu hari selepas maghrib, Mama yang hanya bisa terbaring lemah, mendadak berdiri dan berjalan ke arahku hendak memukulku. Matanya melotot sangat marah menatapku. Aku kebingungan. Aku menahan tangan Mama, namun ternyata Mama bahkan bisa menendang dan melompat. Yah, mendadak Mama bisa Karate, padahal normalnya ini tidak mungkin. Kemudian aku membaca Sutra-sutra Buddha sambil menahan serangan Mama dan tiba-tiba Mama pingsan begitu saja.
Sejak hari itu, setiap hari setelah maghrib Mama pasti kemasukan dan aku pun mengatasinya(untung aku pernah belajar dari almarhum Suhu). Sedangkan dari pagi sampai sebelum maghrib, Mama hanya tertidur lemah. Pernah juga aku sedang tidur dan mendadak Mama mencekik leherku (aku tau, itu bukan kehendak Mama).Bahkan pernah Mama kemasukan terus menerus sampai jam 3 subuh. Aku tau siapa orang yang telah melakukan hal ini terhadap Mama, dia tak lain adalah orang terdekatku yang tidak senang melihat Mama masih hidup. Dimatanya, Mama hanya penghalang.
Di 177 hari Mama tidak bisa makan, setelah maghrib, Mama kembali kemasukan. Tapi makhluk tersebut hanya memohon menangis kepadaku. Dia memintaku agar mengijinkannya “membawa” Mama. Tentu aku menolak dengan tegas. Sepanjang malam, makhluk tersebut bergantian menangis dan memohon kepadaku. Rupanya tubuh Mama dirasuki oleh banyak makhluk. Malam itu, setelah berdoa di altar, aku mendengar suara Mama memanggilku meminta tolong. Aku pun segera berlari masuk ke kamar, namun aku melihat Mama tertidur. Kemudian aku keluar lagi ke altar, aku kembali mendengar suara Mama memanggilku minta tolong. Dan aku masuk ke kamar lagi, tapi Mama sedang tertidur tenang. Kemudian aku keluar lagi dan kembali suara Mama memanggilku. Suara itu sangat jelas, suara Mamaku.
Aku melanjutkan doaku, memohon kekuatan dan bimbingan bagaimana cara menolong Mamaku…..
Besoknya Mama hanya terbaring dengan tatapan kosong dan matanya mengeluarkan air mata. Bila badan Mama digerakkan sedikit saja, Mama akan muntah. Aku sendirian sibuk membersihkan muntahan dan tubuh Mama. Hal ini terjadi dari pagi sampai malam, selama dua hari itu.
<Waktu itu, aku hanya tinggal berdua dengan Mama karena Sejak rumah akan dilelang, adik angkatku tidak pulang. Namun penagih datang bergantian mencarinya. Setelah aku meminjam uang sana sini untuk membayar utang-utangnya(karena jumlahnya yang hampir seharga mobil), barulah dia pulang>.
Paginya, Mama terbangun seperti orang ling lung. Ketika melihatku, Mama memelukku dan mengatakan Mama sudah lama tidak melihatku. Padahal setiap hari aku menjaga Mama, aku bahkan tidur di sampingnya. Hari tu, Mama mulai bisa makan dan berjalan. Setelah 1 minggu kemudian, aku membawa Mama ke dokter. Dan hasilnya batu empedu dan batu ginjal sudah tidak ada lagi. Keadaan lever juga sudah membaik. Secara garis besar, kondisi kesehatan Mama sudah mulai membaik.
Beberapa hari kemudian, Papa kembali datang. Papa mengatakan padaku, tokoku selama hampir dua tahun itu, tidak ada pembeli karena ada yang “menutupnya”. Pelakunya tidak senang melihat aku dan Mama bisa bertahan hidup (aku tidak kaget, karena pelakunya sudah mengatakannya padaku tepat disamping jenazah Papa). Papa pun mengajarkan padaku bagaimana agar aku dapat mengatasi tokoku yang “ditutup” itu. Papa juga berpesan padaku agar tidak menyerah, asal aku percaya dan tetap baik, yang terbaik pasti akan terjadi….
Aku melakukan apa yang Papaku ajarkan, namun hatiku hancur. Kondisi keuanganku benar-benar minus dan stok-stok barang daganganku sudah ketinggalan jaman. Aku bahkan telah menjualnya dengan harga miring namun tidak ada yang tertarik membelinya, aku pun menjualnya di sosmed. Karena sudah lama, sebagian stok daganganku sudah rusak.
Beberapa hari kemudian, iklan yang sudah lama aku pajang di sosmed mendadak booming. Orang-orang datang ke tokoku membeli barang-barang jualanku. Bahkan stok daganganku yang rusak, mau dibeli orang.
Setahun kemudian, aku mendengar Koko dipenjarakan oleh orang karena penipuan. Dia sempat dipenjara selama 8bulan. Namun aku sudah tidak mengikuti atau mencari tau kabar tentang dia.
Sekarang, aku bersyukur bisa makan 3 kali sehari, aku juga merawat Mama yang sudah mulai berumur. Hidupku BAHAGIA……
Aku menulis
separuh jalan hidupku ini, hanya sekedar berbagi pengalaman bagi siapa pun yang sudi membaca tulisanku ini.
Karma baik dan karma buruk itu nyata dan pasti akan kita tuai, tapi jangan kuatir karena timbangan karma itu sangat adil.
Hidup adalah proses, janganlah putus asa dan tetaplah berusaha. Tetaplah baik, agar kamu bisa menuai yang baik. Apa yang terjadi padamu, memang belum tentu itu yang kamu inginkan, tapi memang itulah yang terbaik untukmu. Saat hidupmu sedang ditempa bertubi-tubi dan kau tak tau harus berbuat apa, tetaplah bertahan, karena hanya dengan bertahanlah ide-ide pelan tapi pasti akan datang kepadamu dan kamu akhirnya menjadi pemenang untuk hidupmu. Karena kita tidak perlu berlomba atau iri atau membandingkan hidup kita dengan orang lain, karena setiap orang mempunyai jalan hidupnya sendiri. Ujian hidup yang datang memang bisa membuatmu terpuruk namun bisa juga mengangkatmu. Jadi saat hidupmu terpuruk, janganlah malu tapi malulah bila kamu tidak melakukan suatu kemajuan dalam hidupmu.
Proses kehidupan itu tidak pernah instant, jadi sabarlah....
Komentar
Posting Komentar