Saya lahir dari keluarga Chinese yang kental dengan tradisi.
Masih sangat jelas terekam dalam ingatan saya, setiap Qing Ming atau Cheng Beng, maka Papa dan Mama akan membawa saya dan saudara-saudara saya untuk berziarah ke kuburan kakek-nenek dan ke kuburan sanak keluarga yang telah meninggal sambil membawa uang-uangan kertas orang mati/uang-uangan Kiam LoOng, permen, babi, rumah-rumahan, baju, celana, mobil, sepatu, dan lain-lain, yang semuanya terbuat dari kertas yang di bakar dikuburan untuk para Almarhum yang telah meninggal.
Waktu kecil, setiap kali saya bertanya ke Mama saya, untuk apa itu semua dibeli dan dibakar?
Kata mama, itu untuk Akong dan Apho pakai di alam sana.
Kemudian saya lanjut bertanya, "apakah Akong dan Apho masih bisa pakai itu semua? Itu kan sudah jadi debu, hangus karena di bakar. Apakah Akong dan Apho masih ganti-ganti baju? Kenapa kita tidak membeli lemari untuk tempat bajunya juga?"
Belum selesai saya bertanya, Mama marah dan menyuruh saya untuk diam dan jangan bertanya lagi.
Kemudian setiap bulan TUJUH penanggalan Lunar/china, maka diadakanlah Festival Cioko (Hanzi: 鬼節; pinyin: gui jie; lit. sembahyang arwah umum), atau disebut juga Festival Hantu Kelaparan, adalah sebuah tradisi perayaan Tionghoa. Perayaan ini jatuh pada tanggal 15bulan 7 penanggalan Tionghoa. Bulan ke-7 Imlek juga dikenal sebagai Bulan Hantu (Chinese ghost month) dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut.
Nah, waktu saya masih kecil, saya kebingungan melihat Mama yang menyempatkan waktu ke toko dupa untuk membeli uang-uangan kertas Kiam LoOng, dan tak lupa Mama membeli uang-uangan kertas emas dan perak. Kemudian mama akan melipat-lipatnya di rumah sedemikian rupa. Kertasnya pun tak boleh robek. Melipat Kertasnya pun hanya boleh pada saat ada matahari.
Kata Mama, uang-uangan yang emas itu, untuk yang sudah lama meninggal. Uang-uangan yang perak itu untuk yang baru meninggal.
Masih pesan Mama, katanya kalau uang-uangan itu dilipat saat tidak ada matahari alias saat malam hari, maka uang-uangan tersebut tidak dapat diterima oleh almarhum.
Waktu itu, dengan polosnya saya bertanya ke Mama," kenapa almarhum-almarhum tersebut harus dibakarkan uang? Di sana ada pasar, ya, Ma?"
Bukannya menjawab pertanyaan saya, Mama malah marah dan menyebut saya bandel dan suka membantah.
Kemudian setiap tanggal 15bulan 8, mama-papa akan membeli kue Pia atau yang biasa disebut Tiong Ciu Pia. Dan tak lupa Papa-Mama akan meletakkan sepotong kue pia tersebut juga di altar Akong-Apho agar Akong-Apho bisa menikmati kue tersebut juga.
Kemudian setiap tanggal 22Desember penanggalan lunar, Mama akan membuat onde-onde yang dimasak dengan gula merah. Kemudian Mama akan meletakkan semangkuk onde-onde tersebut di altar Akong-Apho.
Waktu kecil, saya pernah bertanya ke Mama, "apakah Akong-Apho masih bisa memakan itu semua?"
Dan seperti biasa, mama akan marah dan mengomeli saya.
Masih sangat jelas dalam ingatan saya, dari saya masih kecil sampai sekarang, setiap malam menyambut datangnya tahun baru lunar/tahun baru China, kami sekeluarga akan duduk dan makan malam bersama. Bahkan ketika saya masih kecil, mama-papa sengaja membeli dua set baju kembar untuk dipakaikan kepada saya dan saudara saya, agar rasa kekeluargaan dan persaudaraan di antara kami semakin kental.
Dan masih banyak lagi festival-festival lain dari budaya China.
Karena sering mendapat omelan, ditambah sekarang jaman yang serba praktis, akhirnya saya memandang festival-festival tersebut sebagai suatu kegiatan yang ribet dan sebagai suatu tradisi kepercayaan yang membuat pusing kepala. Beberapa bahkan menyebutnya sebagai penyembah berhala suatu aliran tertentu. Jujur, dulu saya pun berpikir demikian, namun saya mendapati itu adalah sebuah statement yang kejam dari sebuah pemahaman yang dangkal.
Oh iya, waktu kecil, setiap saya dan nenek pergi Qing Ming bersama, nenekku lebih memilih duduk di pusara mamanya. Terkadang saya melihat nenekku menangis sambil menatap foto mamanya yang terpampang di pusara tersebut.
Saya bisa melihat, walau nenekku telah berumur 80tahun lebih dan mama beliau pun telah puluhan tahun meninggal, namun nenekku masih sering merindukan almarhum mamanya.
Seiring bertambahnya usia, ditambah sekarang orang tua saya sudah tidak lengkap lagi, perlahan tapi pasti, saya menjadi mengerti apa maksud dari festival atau yang biasa orang sebut juga sebagai ritual atau juga tradisi kepercayaan.
Perlahan, saya memahami arti dari kegiatan tersebut......
Ketika kita masih kecil, orang tua bekerja mencari uang agar kita dapat bersekolah. Orang tua bekerja agar kita dapat makan, minum enak, bahkan tidur di rumah yang nyaman.
Namun seiring waktu, anak yang awalnya masih kecil, kini sudah besar bahkan berkeluarga.
Orang tua yang awalnya masih sehat, perlahan-lahan menua, fisiknya sakit-sakitan, kemudian meninggal.
Kemudian keluarga yang ditinggalkan di satu sisi harus menjalankan hidupnya (the show must go on), sedangkan di sisi lain, terkadang keluarga yang ditinggalkan masih teringat kepada orang tua/sanak keluarganya yang telah berpulang tersebut.
Untuk itulah adanya kegiatan Qing Ming, kegiatan gui jie sambil membawa uang-uangan kertas. Uang-uangan yang dibakar tersebut tentu tidak akan dapat digunakan oleh almarhum di alam sana.
Pernahkan ada orang yang berhasil merekam hantu asli sedang berbelanja di pasar ? Tentu TIDAK!!! Tapi uang-uangan tersebut dibakar untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa, kita ada hari ini adalah karena jasa, jerih payah dan keringat dari almarhum.
Makanan/minuman yang dipersembahkan kepada almarhum, apakah bisa dinikmati oleh almarhum?
hm....makanan/minuman tersebut bisa dinikmati oleh almarhum, tapi bisa juga sosok lain yang menjelma menjadi almarhum yang datang dan menikmati makanan/minuman tersebut.
Saya bukan bermaksud menakuti siapa pun di sini, hanya saja, sudah banyak bukti otentik berupa rekaman video sampai foto yang membuktikan bahwa dunia lain memang ada. Namun kita lantas bukan menjadikannya sebagai pesugihan atau ritual gaib lainnya, tapi murni sebagai tanda penghormatan kepada almarhum atas jasa-jasa beliau walaupun beliau telah meninggal dan sebagai contoh untuk generasi muda agar tahu menghormati orang yang lebih tua/senior.
Yup, berbagai kegiatan tersebut seperti qing ming, makan onde-onde, makan tiong chiu pia, makan ba cang, dan lain-lain adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk semakin mempererat rasa kesatuan, rasa persaudaraan, rasa cinta dan rasa kekeluargaan kita.
Bayangkan diri Anda sendiri, sebatang kara tanpa keluarga, tanpa teman, tanpa siapa-siapa. That's not fun, isn't it?
So, apalagi di jaman sekarang yang serba sibuk. Dimana terkadang uang menjadi nomor satu dan keluarga mejadi nomor dua. Kegiatan-kegiatan menurut adat Chinese tersebut perlu dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun.
Karena itu sebagai wujud penghormatan kita kepada yang lebih tua bahkan kepada almarhum sekali pun.
Karena itu adalah wujud teladan kita kepada generasi muda agar mengingat jasa-jasa orang tua dan menghormati orang yang lebih tua.
Karena kegiatan tersebut untuk semakin mempererat rasa cinta kita kepada keluarga dan bahkan untuk mempererat rasa kekeluargaan itu sendiri.
Masih sangat jelas terekam dalam ingatan saya, setiap Qing Ming atau Cheng Beng, maka Papa dan Mama akan membawa saya dan saudara-saudara saya untuk berziarah ke kuburan kakek-nenek dan ke kuburan sanak keluarga yang telah meninggal sambil membawa uang-uangan kertas orang mati/uang-uangan Kiam LoOng, permen, babi, rumah-rumahan, baju, celana, mobil, sepatu, dan lain-lain, yang semuanya terbuat dari kertas yang di bakar dikuburan untuk para Almarhum yang telah meninggal.
Waktu kecil, setiap kali saya bertanya ke Mama saya, untuk apa itu semua dibeli dan dibakar?
Kata mama, itu untuk Akong dan Apho pakai di alam sana.
Kemudian saya lanjut bertanya, "apakah Akong dan Apho masih bisa pakai itu semua? Itu kan sudah jadi debu, hangus karena di bakar. Apakah Akong dan Apho masih ganti-ganti baju? Kenapa kita tidak membeli lemari untuk tempat bajunya juga?"
Belum selesai saya bertanya, Mama marah dan menyuruh saya untuk diam dan jangan bertanya lagi.
Kemudian setiap bulan TUJUH penanggalan Lunar/china, maka diadakanlah Festival Cioko (Hanzi: 鬼節; pinyin: gui jie; lit. sembahyang arwah umum), atau disebut juga Festival Hantu Kelaparan, adalah sebuah tradisi perayaan Tionghoa. Perayaan ini jatuh pada tanggal 15bulan 7 penanggalan Tionghoa. Bulan ke-7 Imlek juga dikenal sebagai Bulan Hantu (Chinese ghost month) dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut.
Nah, waktu saya masih kecil, saya kebingungan melihat Mama yang menyempatkan waktu ke toko dupa untuk membeli uang-uangan kertas Kiam LoOng, dan tak lupa Mama membeli uang-uangan kertas emas dan perak. Kemudian mama akan melipat-lipatnya di rumah sedemikian rupa. Kertasnya pun tak boleh robek. Melipat Kertasnya pun hanya boleh pada saat ada matahari.
Kata Mama, uang-uangan yang emas itu, untuk yang sudah lama meninggal. Uang-uangan yang perak itu untuk yang baru meninggal.
Masih pesan Mama, katanya kalau uang-uangan itu dilipat saat tidak ada matahari alias saat malam hari, maka uang-uangan tersebut tidak dapat diterima oleh almarhum.
Waktu itu, dengan polosnya saya bertanya ke Mama," kenapa almarhum-almarhum tersebut harus dibakarkan uang? Di sana ada pasar, ya, Ma?"
Bukannya menjawab pertanyaan saya, Mama malah marah dan menyebut saya bandel dan suka membantah.
Kemudian setiap tanggal 15bulan 8, mama-papa akan membeli kue Pia atau yang biasa disebut Tiong Ciu Pia. Dan tak lupa Papa-Mama akan meletakkan sepotong kue pia tersebut juga di altar Akong-Apho agar Akong-Apho bisa menikmati kue tersebut juga.
Kemudian setiap tanggal 22Desember penanggalan lunar, Mama akan membuat onde-onde yang dimasak dengan gula merah. Kemudian Mama akan meletakkan semangkuk onde-onde tersebut di altar Akong-Apho.
Waktu kecil, saya pernah bertanya ke Mama, "apakah Akong-Apho masih bisa memakan itu semua?"
Dan seperti biasa, mama akan marah dan mengomeli saya.
Masih sangat jelas dalam ingatan saya, dari saya masih kecil sampai sekarang, setiap malam menyambut datangnya tahun baru lunar/tahun baru China, kami sekeluarga akan duduk dan makan malam bersama. Bahkan ketika saya masih kecil, mama-papa sengaja membeli dua set baju kembar untuk dipakaikan kepada saya dan saudara saya, agar rasa kekeluargaan dan persaudaraan di antara kami semakin kental.
Dan masih banyak lagi festival-festival lain dari budaya China.
Karena sering mendapat omelan, ditambah sekarang jaman yang serba praktis, akhirnya saya memandang festival-festival tersebut sebagai suatu kegiatan yang ribet dan sebagai suatu tradisi kepercayaan yang membuat pusing kepala. Beberapa bahkan menyebutnya sebagai penyembah berhala suatu aliran tertentu. Jujur, dulu saya pun berpikir demikian, namun saya mendapati itu adalah sebuah statement yang kejam dari sebuah pemahaman yang dangkal.
Oh iya, waktu kecil, setiap saya dan nenek pergi Qing Ming bersama, nenekku lebih memilih duduk di pusara mamanya. Terkadang saya melihat nenekku menangis sambil menatap foto mamanya yang terpampang di pusara tersebut.
Saya bisa melihat, walau nenekku telah berumur 80tahun lebih dan mama beliau pun telah puluhan tahun meninggal, namun nenekku masih sering merindukan almarhum mamanya.
Dan sekarang.....saya pun kehilangan Papa saya.....dan saya mengerti dan semakin mengerti.....
Seiring bertambahnya usia, ditambah sekarang orang tua saya sudah tidak lengkap lagi, perlahan tapi pasti, saya menjadi mengerti apa maksud dari festival atau yang biasa orang sebut juga sebagai ritual atau juga tradisi kepercayaan.
Perlahan, saya memahami arti dari kegiatan tersebut......
Ketika kita masih kecil, orang tua bekerja mencari uang agar kita dapat bersekolah. Orang tua bekerja agar kita dapat makan, minum enak, bahkan tidur di rumah yang nyaman.
Namun seiring waktu, anak yang awalnya masih kecil, kini sudah besar bahkan berkeluarga.
Orang tua yang awalnya masih sehat, perlahan-lahan menua, fisiknya sakit-sakitan, kemudian meninggal.
Kemudian keluarga yang ditinggalkan di satu sisi harus menjalankan hidupnya (the show must go on), sedangkan di sisi lain, terkadang keluarga yang ditinggalkan masih teringat kepada orang tua/sanak keluarganya yang telah berpulang tersebut.
Untuk itulah adanya kegiatan Qing Ming, kegiatan gui jie sambil membawa uang-uangan kertas. Uang-uangan yang dibakar tersebut tentu tidak akan dapat digunakan oleh almarhum di alam sana.
Pernahkan ada orang yang berhasil merekam hantu asli sedang berbelanja di pasar ? Tentu TIDAK!!! Tapi uang-uangan tersebut dibakar untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa, kita ada hari ini adalah karena jasa, jerih payah dan keringat dari almarhum.
Makanan/minuman yang dipersembahkan kepada almarhum, apakah bisa dinikmati oleh almarhum?
hm....makanan/minuman tersebut bisa dinikmati oleh almarhum, tapi bisa juga sosok lain yang menjelma menjadi almarhum yang datang dan menikmati makanan/minuman tersebut.
Saya bukan bermaksud menakuti siapa pun di sini, hanya saja, sudah banyak bukti otentik berupa rekaman video sampai foto yang membuktikan bahwa dunia lain memang ada. Namun kita lantas bukan menjadikannya sebagai pesugihan atau ritual gaib lainnya, tapi murni sebagai tanda penghormatan kepada almarhum atas jasa-jasa beliau walaupun beliau telah meninggal dan sebagai contoh untuk generasi muda agar tahu menghormati orang yang lebih tua/senior.
Yup, berbagai kegiatan tersebut seperti qing ming, makan onde-onde, makan tiong chiu pia, makan ba cang, dan lain-lain adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk semakin mempererat rasa kesatuan, rasa persaudaraan, rasa cinta dan rasa kekeluargaan kita.
Bayangkan diri Anda sendiri, sebatang kara tanpa keluarga, tanpa teman, tanpa siapa-siapa. That's not fun, isn't it?
So, apalagi di jaman sekarang yang serba sibuk. Dimana terkadang uang menjadi nomor satu dan keluarga mejadi nomor dua. Kegiatan-kegiatan menurut adat Chinese tersebut perlu dilestarikan dan diwariskan secara turun temurun.
Karena itu sebagai wujud penghormatan kita kepada yang lebih tua bahkan kepada almarhum sekali pun.
Karena itu adalah wujud teladan kita kepada generasi muda agar mengingat jasa-jasa orang tua dan menghormati orang yang lebih tua.
Karena kegiatan tersebut untuk semakin mempererat rasa cinta kita kepada keluarga dan bahkan untuk mempererat rasa kekeluargaan itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar