my story (part 1)

Aku sangat beruntung dan bersyukur mempunyai orang tua seperti Papa dan Mama yang tidak pernah memanjakanku,  selalu terbuka dan menyertakan aku dalam setiap realita kehidupan. Sehingga dari kecil, aku tau bahwa uang tidak turun begitu saja dari langit, Anda harus berusaha untuk meraih sesuatu.

Sebenarnya aku memiliki rahasia yang belum pernah aku ungkapkan kepada siapa pun.

Sejak kecil, aku sudah mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh orang kebanyakan dan ini cukup menyiksa. Seperti : Aku tau bahwa ada alam lain selain alam manusia, sehingga ketika di rumah lama kami ada suara-suara aneh, aku tidak takut. Aku tau, disana dulu adalah kompleks kuburan.  Sejak kecil, aku hanya suka bercakap-cakap dengan nenek-nenek atau kakek-kakek. Aku bahkan tau, urutan keluargaku yang akan meninggal(namun aku tidak pernah mengatakannya kepada siapa pun. Aku lebih memilih mengunci mulutku rapat-rapat).

Ketika kecil, aku sering menatap ke langit sambil bersedih...JALAN INI SANGAT BERAT DAN AKU INGIN KEMBALI KE ATAS SANA. Dan setiap aku menatap wajah Mamaku, aku bisa mendengar suara di telingaku berbisik...JAGALAH DIA.  Namun ketika aku menatap Papa atau Nenekku, aku tidak mendengar suara itu.

Ketika melihat wajah orang, aku dapat merasakan apakah orang tersebut sedang bersedih atau bahagia, walau orang tersebut tidak mengatakan apa pun. Dan aku ikut sedih karenanya.  

Sejak kecil, ketika aku berjalan, kadang langkahku terhenti karena rupanya ada seekor semut berjalan didekat kakiku. Padahal aku berjalan bukan sambil tertunduk menatap lantai. Dan ini sering terjadi.

Sejak kecil, aku terbiasa memperhatikan keluar-masuk nafasku sendiri(ketika dewasa, aku baru tau bahwa itu adalah meditasi).

Sejak kecil, bila aku berbuat nakal atau berbohong atau malas, maka akan muncul lebam-lebam ditubuhku padahal aku tidak terbentur dengan benda apa pun. Makanya aku tidak pernah merengek meminta dibelikan mainan. Disaat aku melihat temanku bermain dengan mainannya, aku hanya melihat kedua tanganku yang kosong karena aku mengerti kondisi keuangan keluargaku yang sulit.

Aku juga sakit-sakitan sejak kecil. Entah mengapa, Aku sakit setiap hari, namun Papa mengajarkanku selama masih sanggup bernafas dan bergerak, maka aku tidak boleh menggunakan sakit tersebut sebagai alasan untuk tidur-tiduran.

Sejak kecil, aku juga tidak bisa pergi ke sembarangan tempat, karena aku bisa sakit karenanya.

Entah mengapa, Aku juga tidak dapat bergaul dengan sembarang orang oleh karenanya temanku tidak banyak.

Aku tumbuh dalam keluarga sederhana, yang hanya berisi Papa-Mama-Koko dan aku sebagai anak bungsu. Waktu kecil, ada kalanya aku ke sekolah dengan memakai sepatu dan kaos kaki yang robek hingga  keliatan jempolnya. Aku ingat, bahkan kami pernah hanya sanggup menikmati nasi putih dan air putih ditambah garam. Aku bersyukur kami masih dapat makan hari itu, masih ada tempat untuk berteduh dan masih ada keluarga untuk berlindung. Dan hari esok adalah harapan. Aku bahagia, karena dimataku Papa dan Mamaku adalah contoh orang tua yang sempurna. Mereka adalah tipe pekerja keras demi kebahagiaan anak-anaknya.

Papa dan Mama bekerja keras dari pagi sampai pagi, mereka hanya tidur 2-3jam sehari.

Papa adalah tipe pria keluarga yang irit senyum dan irit bicara, oleh karena itu setiap kata-katanya sangat berarti.

Aku pernah mendengar Mamaku menanyakan Papa mau makan apa? nanti Mama akan memasakannya untuk Papa, Namun Papa menjawab, masaklah makanan kesukaan anak-anak saja.

Ketika aku duduk di bangku SD kelas 1, aku baru berumur 5tahun. Ketika pulang sekolah, aku harus menggantikan Mama untuk menjaga toko kami yang menjual benang yang terletak di ruko depan pasar. Sedangkan Mama akan masuk ke pasar untuk menggantikan Papa yang berjualan kain baju. Papa akan pulang makan siang, kemudian ada kalanya Papa langsung masuk kembali ke pasar untuk menggantikan Mama, agar Mama dapat pulang kembali untuk menjaga toko. Namun ada kalanya juga setelah makan siang, Papa akan pergi untuk ketemu dengan sales yang datang menawarkan motif-motif kain yang baru dari pabrik.

Waktu itu, aku kesulitan dalam pelajaranku. Aku tidak tau bagaimana cara menghafal pelajaran. Sehingga hampir setiap hari, Mama dipanggil ke sekolah oleh guruku karena nilaiku yang jelek. Padahal aku sudah sangat berusaha tapi aku juga tidak mengerti mengapa aku tidak mampu mengingat kata-kata yang aku hafalkan seharian. Aku tetap tidak dapat menjawab 1 nomor pun.                                                                             

Di rumah kami, ada altar Tian(Tuhan), Dewa Dapur dan altar Almarhum Kakekku(Papa dari Papaku). Mungkin karena Mama terlalu jengkel dengan nilai pelajaranku yang buruk, akhirnya Mama mengajarku berdoa di altar, memohon agar nilai pelajaranku bisa menjadi lebih baik. Dan aku melakukannya, namun nilaiku tetap buruk dan aku tetap tidak mampu menghafal pelajaranku. Jadinya aku yang waktu itu baru berumur 5 tahun, sangat kecewa karena aku telah belajar dan berdoa dengan sungguh-sungguh dan aku kesakitan setiap hari dipukul dengan rotan oleh Mama, Papa dan Guruku di sekolah karena nilaiku yang buruk itu. Hingga suatu hari, Mama mengawasiku belajar di rumah sambil mendengarkan lagu dan ternyata belajar sambil mendengarkan lagu membuatku mampu menghafal.                                                                                                                                                             

Pernah suatu ketika, aku mendengar Mama berdoa membacakan Ta Pei Cou.  Entah mengapa, aku tertarik mendengarnya namun aku tidak mengerti artinya karena Ta Pei Cou tersebut berbahasa Mandarin. Akhirnya aku bertanya ke Mama, apa artinya, namun Mama tidak mampu menjawabku. Kemudian aku bertanya ke Papa, namun Papa juga tidak bisa menjawabku. Entah mengapa, aku merasa sedih dan sangat kecewa karenanya.

Ketika aku duduk di bangku SD kelas 2, pernah suatu ketika aku dan beberapa temanku terpilih untuk dibawa oleh guru kami berkunjung untuk membagikan telur-telur paskah ke pasien-pasien di sebuah Rumah Sakit besar di kotaku (Karena telur hasil kreasiku indah dan menarik). Awal ketika masuk ke Rumah Sakit, kami masih berbaris dengan dipimpin oleh guru kami. Namun baru beberapa langkah masuk ke sana, ada seseorang yang memanggilku dan akhirnya aku terpisah dari teman-temanku. Aku mengikuti sosok itu dan entah mengapa Rumah Sakit yang awalnya ramai(karena merupakan salah satu RS besar dan lengkap di kotaku), mendadak menjadi sunyi. Dan sosok yang tadi memanggilku pun juga menghilang. Aku berjalan berkeliling mencari teman-teman dan guruku. Namun aku tidak menemukan satu manusia pun. Sampai akhirnya, aku berdiri di depan sebuah ruangan yang sepertinya "memanggilku" untuk masuk dan aku pun masuk ke dalamnya. Di dalamnya hanya ada ranjang-ranjang dengan ada sesuatu di atas ranjang tersebut dan ditutupi kain-kain putih tiap ranjang. Aku yang baru berumur 6 tahun, kebingungan. Dan tiba-tiba terkulai jatuh sebuah tangan pada salah satu ranjang. Melihat itu, aku akhirnya sadar bahwa itu adalah kamar mayat. Tapi anehnya, aku tidak takut dan dengan santai, aku berbalik keluar meninggalkan ruangan itu. Dan ketika menutup pintu ruangan tersebut, aku melihat tulisan pada daun pintu tersebut....KAMAR MAYAT. Dan aku berbalik jalan dan keadaan yang tadi sunyi, berubah menjadi ramai seperti Rumah Sakit yang sibuk pada umumnya. Dan setelah berjalan sedikit, guruku menemukanku. Katanya guruku sudah mencariku 2 jam lamanya.

Pada tahun itu juga, Papa mengalami kebangangkrutannya untuk kesekian kalinya. Pada suatu malam, pasar terbakar. Dengan berjinjit aku melihat keluar jendela rumahku, api dengan sangat cepat melahap habis area pasar yang begitu luas. Otomatis barang-barang dagangan Papa, habis dilalap api. Orang-orang datang menagih Papa dan memaki-maki. Pada suatu malam, aku mendengar Papa memberitahu Mama, bahwa Papa hanya sanggup membiayai biaya sekolah koko saja. Namun aku mendengar Mama menangis, Mama ingin aku tetap bersekolah. Besoknya, Mama menemui kepala sekolah untuk meminta keringanan uang sekolah. Untungnya Kepala Sekolah sangat mengerti dengan keadaan kami, sehingga aku tetap bisa bersekolah. Sejak itu juga, Mama beralih profesi menjadi penjahit baju, mulai dari baju seragam sekolah hingga baju pesta.

Papa mulai bangkit juga. Dengan mengais kain-kain yang telah berubah menjadi sampah, Papa mencari kain-kainnya yang tidak terlalap api dengan susah payah. Kain yang tidak terlalap api hanya sepersepuluh dari yang seharusnya. Rumah kami setiap hari didatangi penangih utang. Aku melihat Papa dimaki-maki, namun Papa tetap tegar. Kemudian Papa berjualan kain dijalan sebagai kaki lima dengan barang dagangan seadanya sisa kebakaran...

Suatu hari, Papa memintaku menemaninya pergi. Dengan naik vespa, aku dibonceng Papa. Setelah singgah sana sini, akhirnya Papa meninggalkan Vespanya disebuah ruko dimana banyak motor-motor terparkir didalamnya. Aku bingung, mengapa kami harus pulang dengan berjalan kaki dan meninggalkan vespa kesayangan Papa disana.(waktu itu aku belum mengerti, Rupanya Papa telah menggadai vespanya).  Dalam perjalanan, karena kehausan, aku meminta Papa untuk dibelikan minuman, namun Papa hanya menjawab rumah kita sudah dekat. Dengan berjalan susah payah dibawah terik matahari selama 1jam lebih, barulah kami sampai di rumah. Aku bisa melihat kesedihan di wajah Papa waktu itu.

Kadang-kadang aku bertanya, apakah Tuhan itu ada? Mengapa Papa-Mamaku telah bekerja dari pagi sampai pagi, namun keadaan kami masih pas-pasan. Aku bisa melihat, sebenarnya Papa-Mama juga lelah, namun mereka bertahan agar anak-anaknya tetap dapat makan dan bersekolah. Waktu itu, aku baru berusia 7tahun, sehingga aku belum mengenal Dhamma dan Karma. Sangat banyak pertanyaan dikepalaku kala itu. Mengapa ada orang yg terlahir dalam keluarga kaya, namun ada yang terlahir dalam keluarga miskin? Mengapa ada orang yang terlahir rupawan, namun ada yang terlahir jelek, bahkan cacat? Mengapa ada orang yang telah bekerja susah payah dari pagi sampai pagi namun masih juga melarat? Mengapa ada orang yang bangun kesiangan, tanpa berkerja namun kaya?  Mengapa tidak semua orang terlahir sebagai orang kaya saja, bukankah dengan begitu tidak akan ada pencurian atau perampokan atau pencopet dan dunia akan damai? (karena tinggal di depan pasar, aku melihat pencopet setiap hari ditangkap). Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.                                                                                       Namun aku tidak menemukan jawaban, yang ada hanyalah kekecewaan.

Ketika aku duduk dikelas 4SD, keadaan ekonomi Papa mulai membaik. Papa berjualan seprei dan kain seprei. Papa sampai membuat merek seprei sendiri. Kain-kain yang datang, sebagian dijahit menjadi seprei oleh penjahit-penjahit Papa dan sebagian tetap dijual dalam bentuk kain saja. Namun mimpi buruk kembali terjadi, Papa kembali mengalami kebangkrutan karena ditipu orang. Orang-orang kembali datang dan menagih serta memaki Papa. Aku bisa melihat, ada kekecewaan di mata papa namun Papa tetap tegar.

Suatu ketika, aku mendengar Papa mau mencoba berjualan gorengan, namun itu ditentang Mama.

Yah, Papa dan Mama adalah orang yang penuh semangat dan ide.

Papa beralih berjualan bantal kursi dan usaha tersebut booming walau lakunya hanya setahun sekali. Papa sampai membuat alat potong sendiri agar busa yang dipotong memiliki ketebalan yang sama. Semua Papa pikirkan sendiri dengan cermat dan seperti biasa, sepulang sekolah  tugas saya adalah membantu apa yang diperlukan. Kadang tanganku terpotong, karena tajamnya alat yang digunakan sedangkan aku masih kecil dan belum terlalu menguasai alat tersebut. Papa sampai membeli sampah-sampah plastik untuk diisi ke dalam bantal tersebut(karena adanya permintaan harga murah). Dimana dalam sampah tersebut, kami bisa menemukan ludah, muntahan bahkan eek, tapi kami hanya memilih plastik yang bersih sebagai isian bantal. Bagi orang lain, plastik-plastik tersebut hanyalah sampah, tapi bagi kami plastic tersebut adalah berkah penyambung hidup kami.  Dan Aku tidak jijik memegangnya karena ada sabun, aku bisa membersihkan tanganku dengan mudah.

Ketika aku berumur 10tahun, ekonomi kami mulai membaik. Walau kami tidak memiliki mobil, namun setidaknya sudah tidak ada lagi penagih utang yang datang memaki Papa. Saat itu, Mama yang adalah bekas suster, dipanggil oleh kepala rumah sakit tempat mama dulu pernah bekerja (sebelum menikah).

Waktu itu, ada seorang wanita berkulit putih yang belum berumur 20tahun telah melahirkan seorang bayi perempuan. Namun setelah melahirkan dan menyelesaikan administrasi rumah bersalin, wanita tersebut meninggalkan bayinya begitu saja. Dan bayi tersebut sekarang berusia 8bulan(ketika itu). Kepala Rumah Bersalin ingin Mama merawat anak tersebut dan akhirnya Mama menyetujuinya setelah berembuk dengan Papa di rumah. Jadilah rumah kami bertambah 1 orang.                                  

Kemudian Papa beralih berjualan kain kembali. Sejak saat itu, kehidupan kami mulai membaik. Waktu aku berumur 14tahun, suatu malam, Kakak sepupuku datang memberi kami 1bungkus  mie goreng. Padahal dia tidak pernah memberi kami makanan sebelumnya. Mama yang senang, segera menyiapkan mie tersebut untuk santap malam kami bersama. Mama bahkan mengambil 1 potong bakso dari mie tersebut. Dan tiba-tiba setelahnya, Mama mengambil pisau di dapur untuk bunuh diri. Papa yang baru keluar dari kamar mandi, sangat terkejut melihat Mama hendak menusuk dirinya sendiri dengan pisau. Papa segera mengambil pisau tersebut. Namun Mama segera mencari benda-benda tajam lain untuk melukai dirinya. Segera Papa berteriak memanggil Koko dan Aku. Kami segera memegang tangan dan kaki Mama yang entah mengapa sangat kuat. Dengan susah payah, kami membawa Mama masuk ke dalam kamar. Namun di dalam kamar, lagi-lagi Mama ingin menghantamkan dirinya ke cermin. Untung Papa dan Koko segera menahannya. Saat itu, aku mendengar suara yang menuntunku untuk berdoa memohon perlindungan untuk Mama. Aku segera ke altar Tian, mengambil dupa dan membakarnya, kemudian berdoa. Ketika selesai, aku masuk ke kamar kembali dan Mama sedang pingsan. Papa dan Koko memanggil-manggil Mama, tapi Mama tidak bangun juga. Namun aku tetap berdoa dalam hati, mengikuti suara yang menuntunku. Setelah kami menunggu 1jam, akhirnya Mama sadar. Mama heran dan tidak percaya bahwa tadi Mama hampir bunuh diri. Aku akhirnya sadar bahwa mie goreng pemberian sepupuku itulah penyebabnya. Sepupuku tidak terima melihat ekonomi kami yang mulai membaik. Segera aku membuang mie goreng tersebut.

Papa dan Mama tidak pernah mempermasalahkan kejadian malam itu. Mama selalu mengajarkanku untuk jangan pernah membalas perlakuan orang yang tidak baik terhadap kita. Karena bila ada orang yang suka dengan kita, maka pasti ada orang yang tidak suka kepada kita. Kehidupan memang seperti itu, Yin dan Yang.

Ketika aku 16tahun, Papa dan Mama akhirnya bisa menikmati perjalanan dengan menggunakan pesawat. Ketika pulang, Papa dan Mama bercerita bagaimana rasanya naik pesawat dan tinggal di hotel berbintang. Aku pun ikut senang, akhirnya kerja keras Papa dan Mama selama ini terbayarkan.

Setelah lulus SMU, aku tepat berumur 17tahun. Entah mengapa, waktu itu aku memutuskan untuk tidak kuliah. Padahal sebelumnya aku telah belajar mati-matian untuk mendaftar dan mengikuti test untuk kuliah di universitas negeri bergengsi dan universitas swasta. Dan aku lulus keduanya. Aku lebih memilih untuk membantu Papa dan Mama di toko. Waktu itu, Papa membeli mobil pertama kami, meskipun mobil bekas namun kami bahagia.

Belakangan aku mengerti, mengapa aku waktu itu memutuskan untuk tidak kuliah. Karena 5 tahun kemudian, Papa terserang stroke. Waktu itu, pengobatan belum canggih seperti sekarang. Setelah terserang stroke, untuk berbicara dan bergerak pun Papa kesulitan. Untunglah aku  sudah biasa membantu Papa di toko, sehingga ketika itu usaha tetap bisa berjalan sementara ditanganku.

Demikianlah roda kehidupan kami berputar.

Aku ingat, Papa biasa mengajarkanku 风轮流转fēng shuǐ lún liú zhuàn  dan  好花不常开好景不 hao hua bu chang kai hao jing bu chang zai  yang artinya rejeki pasti berputar. Maka teruslah berusaha. Jadi ketika dibawah, jangan berkecil hati dan ketika di atas, janganlah sombong.  Karena itu semua tidak akan berlangsung abadi.

Papa juga biasa mengatakan 男子汉大丈 不怕苦nán zǐ hàn dà zhàng fu bù pà kǔ (walau aku seorang wanita) yang artinya Pria dewasa tidak takut menderita. Jadi janganlah putus asa, jangan takut susah.

Yah, Kakekku dan Nenekku dari Papa adalah orang China asli. Kakekku bisa Kung Fu, beliau bisa mengosongkan 1 kontainer beras sendirian dan Nenekku bisa menangkap lalat yang sedang terbang, hanya dengan sumpit. Maka tak heran dalam mendidikku, Papa memakai peribahasa-peribahasa China.

Sedangkan Kakekku dari Mama adalah seorang bangsawan yang bertata krama halus dan Nenekku dari Mama adalah orang yang Smart dan berprinsip kuat, beliau bahkan menguasai 5 bahasa. Nenekku ini juga seorang spiritualis. Berkat Nenekku, Mama masih hidup sampai sekarang.

Beliau-beliau dan berbagai kejadian masa kecilku inilah yang mempengaruhi pola pikir dan cara pandangku dalam sehari-hari.

Sebenarnya sejak lahir, Mama mengidap penyakit bawaan sehingga ketika menikah, Mama tidak dianjurkan untuk hamil. Namun Mama tidak memperdulikannya. Mama berharap dapat melahirkan satu anak demi Papa. Ketika hamil Koko, Mama sudah mengandung 10 bulan namun belum terlihat tanda-tanda akan melahirkan. Segala cara sudah ditempuh, dari minum obat untuk mempercepat kontraksi dan banyak jalan untuk memperlancar persalinan. Sehingga akhirnya dokter memilih satu hari untuk melakukan operasi persalinan. Pada malam sebelum persalinan tersebut, Mama melihat satu makhluk hitam masuk ke perut Mama, bahkan Mama bisa mendengar suara seperti barang jatuh. Ketika detik-detik sebelum operasi dilaksanakan, entah mengapa Nenekku(Mama dari Mama) merasakan firasat yang tidak enak. Segera beliau berdoa memohon petunjuk dan ketika Nenekku melemparkan Sin poi(Pa Pwee) ke lantai alangkah kagetnya Nenekku meliha Sin Poi(Pa Pwee) tersebut berdiri(ini adalah hal yang tidak mungkin, namun benar terjadi). Segera nenekku menelpon rumah sakit membatalkan operasi tersebut. Dan beberapa saat setelah telepon dari nenekku itu, listrik di rumah sakit padam. Untunglah operasi telah dibatalkan, bila seandainya operasi dilaksanakan dan terjadi mati lampu, Mama pasti meninggal di meja operasi, karena waktu itu belum ada genset.

Ketika aku dalam kandungan Mama, Mama tidak menyadari bahwa Mama hamil. Karena dokter telah memasang spiral (sangat berbahaya bila Mama melahirkan lagi) dan Mama telah melakukan test pack sebanyak 3x namun hasilnya negative. Padahal aku sudah dalam berada dalam kandungan Mama 5 bulan. Dan akhirnya 2 bulan kemudian, aku lahir dengan proses operasi. Kata Mama, itu dikarenakan dalam kandungan posisiku duduk bersila seperti meditasi, sehingga tidak bisa dilahirkan secara normal.














 

Vihara di Lembang yg dikelilingi bowl-bowl.



Komentar